Aku Tidak Sempurna

Eci Rahmawati
5 min readJan 22, 2023

--

“Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, orang lain akan menertawakan mu”

Begitu kira-kira hal yang Ibuku sampaikan kepadaku, saat melihatku murung dan menarik diri dari masyarakat; teman, saudara, warga di sekitar rumahku, dan masih banyak lagi.

Seingat ‘ku, hal menyedihkan itu terjadi sekitar kurang lebih 2 Minggu. Sampai akhirnya Ibuku mendapati 'ku sedang menangis tersedu-sedu, sendirian, dengan keadaan ruangan yang gelap gulita. Iba, begitu mungkin pikirnya saat melihat keadaan anak perempuan pertamanya menangis tak tahu arah; makan semaunya, berinteraksi seperlunya, berbicara hanya ketika ditanya. Menyedihkan sekali, ya? Aku pun berpikir demikian.

Tapi, Bu, andai Ibu tahu, semangatku pudar, terkadang juga hilang. Aku tersesat, bingung, tidak tahu harus bagaimana, tidak mengerti apa yang sedang aku hadapi pula.

Ibu, Ayah? Aku lelah beranjak dewasa. Aku lelah dipaksa mengerti keadaan yang selalu mencoba membunuhku setiap kali aku mencoba untuk mengerti. Aku tidak bisa menjadi apa yang semua orang inginkan, Bu. Apa itu kini sebuah kesalahan? Jika bukan, mengapa semuanya terasa sangat berat bagiku Bu? Mengapa aku merasa seperti sedang di hukum? Apa sebenarnya kesalahanku kepada semesta?

Ibu, Ayah, pikiranku membunuhku.

Banyak hal yang menyerang pikiranku saat aku akan bergegas tidur, Bu. Aku ketakutan, tak jarang juga menangis. Maaf Bu, aku cengeng. Mereka tak henti-hentinya menyerang pikiranku. Banyak hal yang mereka katakan di dalam sana.

Kamu itu gak berguna”

“Gak ada yang sayang sama kamu, mereka muak karena kamu lemah”

“Kamu itu beban dan gak bisa dibanggakan”

Semua perkataan jahat ini, terjun langsung dari pikiran ke hatiku, Bu, Yah, andai kalian tahu. Tidak ada satupun hal yang bisa mencegah itu terjadi. Aku kebingungan.

Sikapku yang seperti ini tak jarang membuat orang di sekitarku muak dan ikut lelah karena orang sepertiku ada di sekeliling mereka. Ibu, Ayah, bagaimana caranya keluar dari lingkaran setan seperti ini?

Dan begitu pula saat aku terbangun, hatiku masih terasa berat. Aku selalu mencoba memotivasi diriku setiap kali aku terbangun dari tidurku. “Memang sudah seharusnya seperti itu”. Jika memang sudah seharusnya seperti itu, mengapa tidurku tak pernah nyenyak? Mengapa bayang-bayang jahat itu menghantuiku hingga masuk ke dalam alam bawah sadar ku?

Semesta, mengapa?

Semesta? Orang bilang kau baik. Itu yang kudengar, kau itu baik. Tapi, semesta, kenapa kau buat aku merasa aku mengecewakan semua orang? Mengapa kau buat aku terlihat seperti orang jahat bahkan di dalam ceritaku sendiri?

Semesta, aku lelah. Aku lahir dari rahim Ibuku, lalu mengapa setiap hari aku makan dari omongan orang lain? Aku bukan orang hebat yang kuat. Aku hanya anak pertama perempuan yang merindukan kedamaian. Kapan kekacauan ini berhenti? Semesta? Apa kau sudah selesai bercanda denganku?

Beribu-ribu do’a 'ku panjatkan, aku tidak muluk-muluk, aku hanya ingin tenang, aku hanya ingin hatiku berhenti terasa berat, aku hanya ingin pikiranku berhenti melontarkan kata-kata jahat yang lambat laun membunuhku, membunuh semangatku.

Aku juga ingin, orang-orang di sekitarku tidak terdampak atas apa yang telah 'ku perbuat. Aku ingin menciptakan kedamaian bagi setiap orang yang ada di sekitar ku. Tapi kenapa kau buat aku menjadi jahat di mata semua orang? Kenapa kau ambil ketenangan mereka juga?

Tidak, semesta. Ini semua bukan hal yang aku bayangkan saat aku menginjak umur 18 tahun. Bukan seperti ini skenario kepalaku dulu, semesta. Atau, setidaknya, tidakkah sedikit ada yang tersisa dari apa yang kau ambil? Dimana itu, semesta? Dimana? Dimana sisa semangat gadis kecil itu? Gadis kecil yang dulu sangat bahagia.

Tanda tanya ’?’

Aku mengerti, setiap orang di seluruh dunia ini, setidaknya pasti pernah mengalami hal yang aku rasakan. Paling tidak sekali, dalam hidupnya. Masih ada banyak cerita orang lain yang menarik untuk di dengar, dibandingkan dengan milikku. Salah satu temanku pernah menulis di karyanya, dia menegaskan disana dia tidak bercerita, karena lagipula, tidak ada yang bisa mendengar suaranya. Demikian pula denganku. Aku tidak bercerita, aku hanya menulis hal yang aku rasakan saja.

Banyak tanda tanya yang ‘ku lontarkan kepada semesta, salah satu yang ‘ku nanti hanyalah sebuah jawaban. Jika tidak ada jawaban, maka, tunjukkan saja, semesta. Tidak papa.

Kita; aku dan kalian semua lahir dengan dianugerahi perasaan takut. Iya, aku sangat sadar bahwa yang merasa ketakutan akan beranjak dewasa tidak hanya aku. Beberapa dari kalian yang sedang membaca ini mungkin ada yang sudah mengalaminya. Sebagian lainnya, mungkin belum. Untuk yang sudah melaluinya, kalian hebat dan kalian sudah sangat cukup dalam berusaha. Tapi lagi-lagi, seperti layaknya manusia yang tidak pernah merasa puas, semesta juga tidak akan pernah merasa cukup untuk terus menguji. Tapi, tidak papa. Karena pada dasarnya, memang tidak akan pernah ada hal yang sempurna.

Pesan dariku yang sedang menjalani fase beranjak dewasa, untuk kalian yang belum sampai di tahap ini; tidak papa, kau tidak perlu takut. Setiap insan yang hidup di dunia ini, pasti memiliki alur yang berbeda, nikmati saja.

Tapi, sempurna itu, harus kah?

Tidak. Sudah ku bilang, tidak ada hal yang sempurna. Pohon yang sangat kokoh sekalipun, jika ditebang setiap hari, ia akan tumbang juga. Itu pohon. Kalian dan aku bukanlah sebuah pohon, kita tidak harus selalu merasa kuat. Cemas, takut, sedih, semua itu wajar. Tidak apa, lagi pula, sempurna itu bukan tujuan.

Kau sudah cukup dengan menjadi cukup untuk dirimu sendiri. Tidak perlu menjadi sempurna. Bukan sebuah kesalahan jika kau tidak bisa memenuhi apa yang orang lain inginkan. Sekali lagi, sempurna itu bukan tujuan.

Untuk Ibu, dan Ayah. Aku tidak sempurna, aku masih anak perempuan kecil kalian yang sampai saat ini masih belajar untuk menjalani dan mengenali hidup macam apa yang sedang ia jalani. Tulisan ini, aku persembahkan pertama untuk kalian. Lalu, untuk mewakili perasaan teman-temanku di luar sana yang mengalami hal serupa sepertiku.

Kita tidak akan pernah tahu masa depan apa yang akan kita jalani. Langit yang semula cerah, bisa tiba-tiba berubah menjadi mendung. Udara yang tenang, sangat mungkin untuk bisa berubah menjadi badai. Tidak ada hal yang abadi, tidak ada pula hal yang sempurna. Dan untuk bertahan dari semua itu, satu-satunya hal yang kalian punya adalah diri kalian sendiri. Bertahanlah. Hari esok memang sangat sulit di tebak. Bukan tugas kita untuk menerka-nerka apa yang akan terjadi kedepannya.

Hari ini, detik ini, semua hal pasti akan berlalu. Termasuk waktu-waktu yang kita cemaskan.

Peluk hangat dariku, untuk kalian yang sedang berjuang, kalian hebat.

--

--

Eci Rahmawati

I really don't remember who I am before the rest of the world told me who I should be. Maybe, I was born to tell stories. Sometimes I write but then I cry.